Di usia yang seharusnya hanya diisi senyum polos dan pelukan hangat, Adik Kania Januari, bayi berusia 5 bulan asal keluarga sederhana, harus menghadapi kenyataan pahit:
Ia lahir dengan kelainan langka bernama Hirschsprung Disease, yaitu kondisi bawaan di mana tidak ada saluran untuk buang air besar karena usus besar tidak terbentuk sempurna.
Hirschsprung adalah kondisi bawaan lahir yang menyerang usus besar, menyebabkan Kania terlahir tanpa saluran anus yang berfungsi normal. Sebuah fungsi tubuh paling dasar yang kita anggap remeh, bagi Kania. Akibatnya, untuk menyambung hidup, ia harus bergantung pada kantong kolostomi yang terpasang di perut mungilnya. Perangkat medis yang seharusnya asing bagi dunia anak-anak kini menjadi bagian tak terpisahkan dari hari-harinya, sebuah pengingat konstan akan pertempuran yang harus ia menangkan.
Sejak dilahirkan, Kania tidak bisa buang air besar sebagaimana bayi pada umumnya. Kondisi ini mengharuskan dokter melakukan operasi stoma—yaitu membuat lubang buatan di perut untuk mengeluarkan kotoran melalui kantong khusus (colostomy bag).
Setiap hari, tubuh mungilnya ditempeli plastik bening kecil yang menjadi tempat penampungan limbah tubuh.
Setiap hari pula, Kania harus menahan rasa tidak nyaman, bahkan nyeri, yang tidak bisa ia ungkapkan dengan kata.
Di balik perjuangan Kania, ada kisah pengorbanan dan kasih sayang tanpa batas dari kedua orang tuanya. Sang ayah, dengan tangan yang mungkin lelah dan kulit yang terbakar matahari, bekerja sebagai seorang tukang kebun. Setiap hari ia merawat tanaman orang lain, berharap dari hasil jerih payahnya ia bisa merawat dan membiayai pengobatan untuk “tunas” paling berharga dalam hidupnya. Sementara itu, sang ibu, dengan kekuatan seorang wanita, bekerja sebagai buruh harian lepas, mengambil pekerjaan apa pun yang tersedia demi menambah pundi-pundi rupiah untuk biaya pengobatan dan kebutuhan sang buah hati.
Bagi mereka, setiap senja mungkin membawa kekhawatiran baru tentang bagaimana cara menutupi biaya pengobatan yang terus berjalan. Namun, setiap fajar juga mereka sambut dengan harapan baru, dikuatkan oleh senyum dan tatapan mata putri kecil mereka. Cinta mereka adalah benteng, tetapi menghadapi biaya medis yang besar untuk kondisi langka seperti ini, benteng itu pun membutuhkan penopang.